BAB 1
Bagian 3
~ Tanah ~
Proses pembentukan tanah yaitu
perubahan dari bahan induk / dasar menjadi lapisan tanah. Perkembangan tanah
dari bahan induk yang padat menjadi bahan induk yang agar lunak, selanjutnya
berangsur-angsur menjadi tanah pada lapisan bawah (subsoil) dan lapisan tanah
atas (topsoil), dalam periode lama sampai dengan ratusan tahun hingga ribuan
tahun. Revolusi dari batuan induk sampai menjadi tanah karena batuan induk
mengalami proses pelapukan, yaitu proses penghancuran karena iklim.
Secara umum proses pembentukan tanah
ialah lapisan batuan yang mengalami pe;apukan. Tanah merupakan tenpat tumbuh
dan berkembangnya vegetasi. Proses pembentukan tanah dapat terjadi dengan tiga
macam cara, yaitu:
1. Tanah terbentuk dari endapan pasir
dan debu yang tebal oleh tanah.
2. Tanah terbentuk dari batuan-batuan
yang ditumbuhi oleh tumbuhan perintis, misalnya lumut.
3. Tanah dapat terjadi karena
pelapukan batuan dan pembusukan tanam-tanaman.
Syarat utama terbentuknya tanah ada
dua yaitu:
1. tersedianya bahan asal atau batuan
induk,
2. adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi bahan induk
(Jenny,1941)
Bahan induk tanah berbeda dengan
batuan induk. Bahan induk tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan induk.
Bahan induk bersifat lepas-lepas sementara batuan induk bersifat padu.
Faktor-faktor yang bekerja setlah pelonggokan bahan induk tanah dapat
dikelompokkan menjadi faktor aktif dan faktot pasif. Faktor aktif dalam
pembentukan tanah adalah iklim dan organisme tanah. Faktor pembentuk tanah
pasif adalah relief (bentuklahan), bahan induk, dan waktu.
Proses dan Faktor-Faktor Pembentukan
Tanah
Faktor-faktor Pembentukan Tanah
Tenaga eksogen yang berupa tenaga
sinar matahari dalam waktu yang lama dapat melapukkan batuan. Batuan yang lapuk
kemudian diangkut oleh tenaga air dan tenaga angin. Batuan lapuk atau hancuran
batuan dalam waktu yang sangat lama berubah menjadi tanah. Jadi, pada dasarnya
tanah berasal dari batan.
Faktor pembentuk tanah antara lain :
1. Batuan Induk
Bahan asal yang nantinya akan terbentuk tanah disebut batuan induk. Pada
umumnya tanah berasal dari batuan dan sisa-sisa bahan organik. Daun dan ranting
yang gugur dan sisa tanaman yang telah mati membentu bahan organik. Adanya
bahan organik memberikan medium kehidupan bagi jasad hidup tanah. Kegiatan jasad
hidup tanah menghancurkan dan menguraikan bahan organik yang menghasilkan
asam-asam organik dan anorganik yang dapat melapukkan batuan.
2. Iklim
Iklim mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan
tanah. Komponen iklim yang paling berpengaruh dalam proses pembentukan tanah
adalah temperatur udara dan curah hujan, temperatur udara berperan pada proses
pelapukan batuan secara mekanik. Curah hujan berpengaruh pada proses pelapukan
batuan secara fisik dan kimia.
3. Organisme
Organisme hidup yang berperan dalam proses pembunuhan tanah terutamah
vegetasi dan jasad renik. Vegetasi akan berpengaruh pada pelapukan fisik,
kimia, dan organik, sedangkan jasad renik akan mempercepat proses pembusukan
sisa-sisa bahan organik.
4. Topografi
Topografi adalah keadaan (relief) muka bumi pada suatu daerah.
Pembentukan tanah memerlukan tempat atau relief tertentu. Pada daerah yang
reliefnya datar, pembentukan tanah akan lebih cepat daripada di daerah yang
miring. Karena di daerah datar, tanah yang sudah terbentuk sulit untuk
tererosi.
5. Waktu
Perubahan batuan induk untuk menjadi tanah memerlukan waktu yang cukup
lama. Biasanya untuk membentuk tanah setebal 30 cm memerlukan waktu 100 tahun.
Dapat disimpulkan di Indonesia berdasarkan
asal batuannya, sebaran tanah meliputi :
Tanah Vulkanis (batuan induk berasal
dari abu gunung berapi) yang sebagian besar ada di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, sebagian Sulawesi, dan Kepulauan Maluku. Tanah Gamping atau tanah
kapur yang tersebar di bagian barat Pulau Sumatra dan Pulau Jawa pada
perbukitan bagian selatan. Tanah Gambut, yang tersebar di Pulau Kalimantan,
Sumatra, dan Irian.
a. Sifat Fisika Tanah
1) Tekstur Tanah
Apabila kamu berada di tepi pantai
dan mengamati tanah di daerah pantai, apa yang kamu rasakan dengan tanah di
daerah tersebut? Apakah terasa kasar? Ya, karena tanah di pantai merupakan
tanah pasir. Mengapa disebut tanah pasir? Karena pada tanah tersebut terdapat
kandungan partikel tanah berukuran 0,05–2 milimeter. Pernahkah kamu
bertanya-tanya mengapa tanah dikatakan tanah lempung? Nah, penamaan tanah pasir
ataupun tanah lempung itu berdasarkan sifat tekstur tanah.
Adapun klasifikasi tekstur tanah
sebagai berikut.
klasifikasi tekstur tanah
Tanah dikatakan bertekstur lempung
apabila kandungan lempung lebih banyak. Apabila kandungan partikel lempung,
pasir, dan debu seimbang, tanah tersebut disebut tanah geluh. Jadi, apakah yang
dimaksud dengan tekstur tanah? Untuk menentukan jenis tekstur tanah dapat
dilakukan dengan uji langsung maupun uji laboratorium.
Uji langsung dilakukan dengan meremas
(memilin-milin) sampel tanah dalam keadaan basah, sedang uji laboratorium
dimaksudkan untuk memperoleh nilai persentase tekstur. Nilai ini kemudian
dicocokkan dengan segitiga tekstur seperti gambar sebagai berikut.
Sifat Fisika Kimia Biologi dan Profil
Tanah
Keterangan:
A = Lempung
B = Lempung berdebu
C = Lempung berpasir
D = Geluh lempung berdebu
E = Geluh berlempung
F = Geluh lempung berpasir
G = Geluh berdebu
H = Debu
I = Geluh
J = Geluh berpasir
K = Pasir bergeluh
L = Pasir
2) Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan cara
pengikatan butir-butir tanah yang satu terhadap yang lain. Jika kamu pernah
melihat tanah yang digali dengan kedalaman lebih dari satu meter atau jika kamu
perhatikan pada dinding lereng yang tidak tertutup vegetasi, akan tampak
perbedaan gumpalan-gumpalan tanah.
Lapisan pada kedalaman kurang dari 30
cm mempunyai struktur granular yang berarti tanah mempunyai kumpulan butiran
tanah yang bersifat tunggal. Pada lahan rawa atau gurun, struktur tanah kurang
atau tidak terbentuk, karena butiran tanah bersifat tunggal atau tidak terikat
satu sama lain.
Berbagai jenis struktur tanah antara
lain berupa gumpalan atau remah. Struktur tanah pada berbagai lapisan tanah bisa
berbeda. Kegiatan-kegiatan petani berupa pembajakan, pemupukan, dan pengolahan
tanah dapat mengubah struktur tanah asli.
3) Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah merupakan sifat
fisik tanah yang menyatakan besar kecilnya gaya kohesi dan adhesi dalam berbagai
kelembapan. Konsistensi tanah dapat kamu ketahui dengan mencoba memecah tanah
tersebut, apabila sulit dipecah berarti bahwa tanah mempunyai konsistensi yang
kuat.
4) Lengas Tanah
Pada musim kemarau, musim memanen
palawija antara lain bawang, kacang, ketela, dan sebagainya. Ladang yang
kelihatannya kering itu ternyata ada gumpal tanah yang melekat pada buah kacang
atau bawang dan tanah masih lembap. Kelembapan inilah yang disebut lengas
tanah.
5) Udara Tanah
Petani yang menanam palawija, bila
turun hujan lebat atau tertimpa bencana banjir tanamannya mati lemas, karena
tanaman tersebut kekurangan udara tanah. Hal ini terjadi karena seluruh
pori-pori berisi lengas tanah. Udara terdesak keluar sehingga akar tanaman
kekurangan O2, kecuali tumbuh-tumbuhan air seperti padi sawah, kangkung, dan
tumbuh-tumbuhan bakau yang mempunyai akar napas.
6) Warna Tanah
Kalau kita melihat dan mengamati
warna tanah ada bermacam-macam, ada tanah di ladang atau sawah yang berwarna
cokelat, merah, dan kuning. Warna tanah pada pegunungan vulkanik berbeda dengan
warna tanah pada pegunungan kapur. Amatilah warna tanah di sekitarmu.
7) Suhu Tanah
Bila kita pergi ke ladang atau ke
sawah pada pagi hari terasa lebih dingin dibanding pada siang hari, bila
menginjak tanah pasir pada siang hari terasa lebih panas dibanding tanah
lempung. Ini semua karena tanah mempunyai suhu atau temperatur tanah.
8) Permeabilitas Tanah
Merupakan kecepatan air merembes ke
dalam tanah melalui pori-pori baik ke arah horizontal maupun vertikal. Cepat
lambatnya perembesan air sangat ditentukan oleh tekstur tanah. Semakin
kecil/lembut tekstur semakin lambat perembesan air, begitu pula sebaliknya.
9) Porositas
Tanah dikatakan bersifat porous
apabila mudah atau cepat meresapkan air. Berarti tanah tersebut mempunyai
pori-pori besar yang dominan, misalnya tanah pasir. Dengan demikian, porositas
merupakan persentase volume pori yang ada di dalam tanah dibanding volume massa
tanah.
10) Drainase Tanah
Drainase tanah merupakan kemampuan
tanah mengalirkan dan mengatuskan kelebihan air, baik air tanah dalam maupun
pada air permukaan. Pada tanah dengan drainase yang buruk, air akan cenderung
menggenang. Penanganan sifat drainase yang buruk sering dilakukan dengan
membangun selokan-selokan.
b. Sifat Kimia Tanah
Tanah sebagai bagian dari tubuh alam
mempunyai komposisi kimia berbeda-beda. Tanah terdiri atas berbagai macam unsur
kimia. Penentu sifat kimia tanah antara lain kandungan bahan organik, unsur
hara, dan pH tanah. Tanah yang kita lihat adalah suatu campuran dari
material-material batuan yang telah lapuk (sebagai bahan anorganik), material
organik, bentuk-bentuk kehidupan (jasad hidup tanah), udara, dan air.
Bahan organik tanah terdiri atas
sisa-sisa tanaman serta hewan dalam tanah, termasuk juga kotoran dan lendir-lendir
serangga, cacing, serta binatang besar lainnya. Kandungan bahan organik dalam
tanah memengaruhi karakteristik tanah. Pada tanah dengan kandungan bahan
organik yang tinggi akan memberikan efek warna tanah cokelat hingga hitam.
Sehingga sifat kimia tanah berupa kandungan bahan organik dapat dikenali dari
warnanya.
Selain itu, pengenalan ada tidaknya
bahan organik secara kualitatif dapat dilakukan dengan cara menetesi contoh
tanah dengan hydrogen peroxyde (H2O2) 10%. Jika tanah mengandung bahan organik,
maka setelah ditetesi H2O2 akan tampak adanya percikan atau
gelembung-gelembung.
Sifat kimia tanah yang lain, yaitu
berupa derajat keasaman atau pH tanah. pH tanah dikatakan normal antara 6,5
sampai dengan 7,5. Pada keadaan ini, semua unsur hara pada larutan tanah dalam
keadaan tersedia, seperti ketersediaan nitrogen serta unsur hara lainnya.
c. Sifat Biologi Tanah
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman
dan tempat hidup organisme di dalamnya menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman dan organisme lainnya. Di dalam tanah terjadi proses-proses yang
menghasilkan sifat biologi tanah. Misalnya, adanya cacing tanah akan
meningkatkan unsur nitrogen, fosfor, kalium, serta kalsium dalam tanah sehingga
dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Peranan cacing tanah yang lain berupa
lubang yang ditinggalkan di tanah akan meningkatkan drainase tanah, hal ini
penting dalam perkembangan tanah. Cacing-cacing mengangkut tanah, mencampur,
serta menggumpalkan sejumlah bahan organik yang belum terombak seperti daun dan
rumput yang digunakan sebagai makanan. Selain itu, secara tegas cacing dengan
kotoran dan lendir-lendirnya mampu mengikat partikel-partikel tanah menjadi
gumpalan tanah yang stabil terutama pada tanah asli.
Pengertian Klasifikasi Tanah
Tanah adalah benda yang dinamis
sehingga selalu mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang
aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti
dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas
dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan
tanah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh klasifikasi umum yang
dapat membantu dalam memprediksi perilaku tanah ketika mengalami pembebanan.
Metode yang telah dibuat didasarkan
pada pengalaman yang diperoleh dalam perancangan fondasi dan riset. Dari sini,
tanah fondasi yang ditinjau menurut klasifikasi tertentu dapat diprediksi
perilakunya, yaitu didasarkan pada pengalaman di lokasi lain, namun memiliki
tipe tanah yang sama. Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali
melakukannya berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat
lapisan-lapisan yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi
jauh berkembang para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah
serta proses pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu
pada tanah yang terbentuk.
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu
sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat
yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan sub kelompok-sub kelompok
berdasarkan pemakaiannya.
Sistem klasifikasi memberikan bahasa
yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi
tanpa penjelasan yang terinci.
Adanya klasifikasi untuk tanah yaitu
bertujuan untuk :
a.
Mengorganisasi atau menata tanah
b.
Mengetahui hubungan individu tanah
c.
Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah
d.
Mengelompokkan tanah untuk :
- menaksir sifat
- penelitian
- mengetahui lahan-lahan yang baik.
Sehingga pada tahun 1975 dirilis
sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS).Sistem ini dibuat karena
sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih dalam penamaan akibat
perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA memberikan kriteria yang
jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga sistem USDA ini biasa
disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan berdasarkan
sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah).
Sistem Klasifikasi Menurut Soil Taxonomy
(USDA)
Sistem USDA atau Soil Taxonomy
dikembangkan pada tahun 1975 oleh tim Soil Survey Staff yang bekerja di bawah
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Sistem ini pernah sangat populer
namun juga dikenal sulit diterapkan.Oleh pembuatnya, sistem ini diusahakan
untuk dipakai sebagai alat komunikasi antarpakar tanah, tetapi kemudian
tersaingi oleh sistem WRB. Meskipun demikian, beberapa konsep dalam sistem USDA
tetap dipakai dalam sistem WRB yang dianggap lebih mewakili kepentingan dunia.
Sistem klasifikasi tanah terbaru ini
memberikan Penamaan Tanah berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Menurut
Hardjowigeno (1992) terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA
1975, yaitu:
1. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol
merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat
horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini
berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan
air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah
Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
2. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol
merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering).
Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan
dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
3. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol
merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam
perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik
atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
4. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol
merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk
tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan
yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata
Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Organik atau Organosol.
5. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan
tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal
dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik.
Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup
subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial,
Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.
6. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol
merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam
(gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%.
Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol
berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi
lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
7. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol
merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan
liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah,
yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau
oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas
horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik,
atau Podzolik Merah Kuning.
8. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol
merupakan tanah dengan horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan
humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi
(pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama
adalah termasuk tanah Podzol.
9. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol
merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat
masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari
35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik
Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.
10. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol
merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh
horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut
sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau
Margalit.
· Kelebihan
a. Sistem klasifikasi tanah USDA ini
memberikan Penamaan Tanah berdasarkan sifat utama dari tanah
tersebut,definisi-definisi horison penciri, dan beberapa sifat penciri lainnya.
( Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah ).
b. Sistem klasifikasi USDA ( Departemen
Pertanian AS ) dirilis pada tahun 1975. Dibuat karena sistem-sistem klasifikasi
yang telah ada sebelumnya saling tumpang tindih dalam penamaan yang disebabkan
oleh perbedaan kriteria.
c. Dalam penggunaannya, sistem USDA
memberikan kriteria yang jelas dibanding sistem klasifikasi lainnya. Oleh karena itu, Sistem USDA ini hampir
selalu disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan
berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah), dan sistem ini sangat
membantu karena penamaannya yang konsisten.
d. Sistem ini benar-benar baik dalam
cara-cara penanaman (tata nama) maupun definisi-definisi mengenai
horison-horison penciri ataupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan untuk
menentukan jenis-jenis tanah.
· Kekurangan
Sistem Klasifikasi USDA memiliki
kelemahan karena kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium
yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk mengaplikasikannya langsung di
lapangan.
Sistem Klasifikasi Menurut Pusat
Penelitian Bogor
Nama-nama tanah dalam tingkat Jenis
dan Macam tanah dalam sistem Pusat Penelitian Bogor yang disempurnakan (1982)
sangat mirip dengan sistem FAO/UNESCO. Walaupun demikian nama-nama lama yang
sudah terkenal tetap dipertahankan, tetapi menggunakan definisi-definisi baru.
Jenis-jenis tanah yang ada adalah sebagai berikut :
Jenis – Jenis Tanah menurut
Klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor, (disempurnakan, 1982) :
1.
Organosol Tanah organik (gambut) yang ketebalannya lebih dari 50 cm.
2.
Litosol Tanah mineral yang ketebalannya 20 cm atau kurang. Di bawahnya
terdapat batuan keras yang padu.
3.
Rendzina Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan bahan
organik lebih dari 1 %, kejenuhan basa 50 %), dibawahnya terdiri dari batuan
kapur.
4.
Grumusol Tanah dengan kadar liat lebih dari 30 % bersifat mengembang dan
mengerut. Jika musim kering tanah keras dan retak-retak karena mengerut, jika
basah lengket (mengembang).
5.
Gleisol Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau
menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.
6.
Aluvial Tanah berasal dari endapan baru dan berlapis-lapis, bahan
organik jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat
epipedon ochrik, histik atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60 %.
7.
Regosol Tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60 %, hanya
mempunyai horison penciri ochrik, histik atau sulfurik.
8.
Arenosol Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada
kedalaman sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan atau memperlihatkan ciri-ciri
mirip horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena
tekstur terlalu kasar. Tidak mempunyai horisin penciri kecuali epipedon ochrik.
9.
Andosol Tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau
umbrik) dan mempunyai horison kambik; kerapatan limbak (bulk density) kurang
dari 0,85 g/cm3, banyak yang mengandung amorf atau lebih dari 60 % terdiri dari
abu vulkanik vitrik, cinders atau bahan pyroklastik lain.
10.
Latosol Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal,
gembur, warna tanah seragam dengan dengan batas-batas horison yang kabur, solum
dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai
epipedon kambrik dan horison kambik.
11.
Brunizem Seperti Latosol, tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.
12.
Kambisol Tanah dengan horisin kambik, atau epipedon umbrik atau molik.
Tidak ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air).
13.
Nitosol Tanah dengan penimbunan liat (horison argilik). Dari horison
penimbunan liat maksimum ke horison-horison di bawahnya, kadar liat turun
kurang dari 20 %. Mempunyai sifat ortoksik (kapasitas tukar kation kurang dari
24 cmol (+) / kg liat.
14.
Podsolik Tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan
kejenuhan basa kurang dari 50 %, tidak mempunyai horison albik.
15.
Mediteran Seperti tanah Podsolik (mempunyai horison argilik) tetapi
kejenuhan basa lebih dari 50 %.
16.
Planosol Tanah dengan horison albik yang terletak diatas horison dengan
permeabilitas lambat (misalnya horison argilik atau natrik) yang memperlihatkan
perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau fragipan, dan memperlihatkan
ciri-ciri hidromorfik sekurang-kurangnya pada sebagian dari horison albik.
17.
Podsol Tanah dengan horison penimbunan besi, Alumunium Oksida dan bahan
organik (sama dengan horison sporadik). Mempunyai horison albik.
18.
Oksisol Tanah dengan pelapukan lanjut dan mempunyai horison oksik, yaitu
horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat dengan
aktivitas rendah, kapasitas tukar kation rendah (kurang dari 16 cmol (+) / kg
liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas.
· Kelebihan
Sistem ini disukai oleh pekerja
lapangan pertanian karena mudah untuk diterapkan di lapangan. Selalu
diperbaharui perkembangannya.
· Penamaannya mudah untuk dihafal.
· Kekurangan
· Banyak nama-nama baru, sehingga
sedikit membingungkan.
· Penamaannya tidak mempunyai ciri
khusus dari klasifikasi tersebut, hanya mengadaptasi dari klasifikasi yang
lain.
· Dalam penamaan tidak disertakan
sifat tanah.
Sistem Klasifikasi Menurut FAO / UNESCO
Sistem klasifikasi tanah ini dibuat
dalam rangka pembuatan peta tanah dunia dengan skala 1 : 5.000.000. Peta tanah
ini terdiri dari 12 peta tanah. Sistem ini terdiri dari 2 kategori. Kategori
pertama setara dengan great soil group, dan kategori kedua setara dengan sub
group dalam Taksonomi Tanah (USDA).
Untuk pengklasifikasian, digunakan
horison-horison penciri yang sebagian diambil dari kriteria-kriteria horison
penciri pada Taksonomi Tanah dan sebagian dari sistem klasifikasi tanah ini.
Nama-nama tanah diambil dari nama-nama tanah klasik yang sudah terkenal dari
Rusia, eropa barat, Kanada, Amerika Serikat dan beberapa nama baru yang khusus
dikembangkan untuk tujuan ini. Tampaknya dari nama-nama tanah tersebut bahwa
sistem ini merupakan komromi dari berbagai sistem dengan tujuan agar diterima
oleh semua pakar di dunia.
Beberapa nama dan sifat tanah dalam
kategori “great group” menurut sistem FAO/UNESCO sebagai berikut :
1. Fluvisol
Tanah-tanah berasal dari endapan
baru, hanya mempunyai horison penciri ochrik, umbrik, histik atau sulfurik,
bahan organik menurun tidak teratur dengan kedalaman, berlapis-lapis.
2. Gleysol
Tanah dengan sifat-sifat hidromorfik
(dipengaruhi air sehingga berwarna
kelabu, gley dan lain-lain), hanya mempunyai epipedon ochrik,
histik, horison kambik, kalsik atau
gipsik.
3. Regosol
Tanah yang hanya mempunyai epipedon
ochrik. Tidak termasuk bahan endapan baru, tidak menunjukkan sifat-sifat
hidromorfik, tidak bersifat mengembang dan mengkerut, tidak didominasi bahan
amorf. Bila bertekstur pasir, tidak memenuhi syarat untuk Arenosol.
4. Lithosol
Tanah yang tebalnya hanya 10 cm atau
kurang, di bawahnya terdapat lapisan batuan yang padu.
5. Arenosol
Tanah dengan tekstur kasar (pasir),
terdiri dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman 50 cm atau lebih,
mempunyai sifat-sifat sebagai horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak
memenuhi syarat karena tekstur yang kasar tersebut. Tidak mempunyai horison
penciri lain kecuali epipedon ochrik. Tidak terdapat sifat hidromorfik, tidak
berkadar garam tinggi.
6. Rendzina
Tanah dengan epipedon mollik yang
terdapat langsung di atas batuan kapur.
7. Ranker
Tanah dengan epipedon umbrik yang
tebalnya kurang dari 25 cm. Tidak ada horison penciri lain.
8. Andosol
Tanah dengan epipedon mollik atau
umbrik atau ochrik dan horison kambik, serta mempunyai bulk density kurang dari
0,85 g/cc dan didominasi bahan amorf, atau lebih dari 60 % terdiri dari bahan
vulkanik vitrik, cinder, atau pyroklastik vitrik yang lain.
9. Vertisol
Tanah dengan kandungan liat 30 % atau
lebih, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah menjadi
keras, dan retak-retak karena mengkerut, kalau basah mengembang dan lengket.
10.
Solonet
Tanah dengan horison natrik. Tidak
mempunyai horison albik dengan sifat-sifat hidromorfik dan tidak terdapat
perubahan tekstur yang tiba - tiba.
11.
Yermosol
Tanah yang terdapat di daerah
beriklim arid (sangat kering), mempunyai epipedon ochrik yang sangat lemah, dan
horison kambik, argilik, kalsik atau gipsik.
12.
Xerolsol
Seperti Yermosol tetapi epipedon
ochrik sedikit lebih berkembang.
13.
Kastanozem
Tanah dengan epipedon mollik berwarna
coklat (kroma > 2), tebal 15 cm atau
lebih, horison kalsik atau gipsik atau horison yang banyak mengandung bahan
kapur halus.
14.
Chernozem
Tanah dengan epipedon mollik berwarna
hitam (kroma < 2) yang tebalnya 15 cm atau lebih. Sifat-sifat lain seperti
Kastanozem.
15.
Phaeozem
Tanah dengan epipedon mollik, tidak
mempunyai horison kalsik, gipsik, tidak mempunyai horison yang banyak
mengandung kapur halus.
16.
Greyzem
Tanah dengan epipedon mollik yang
berwarna hitam (kroma < 2), tebal 15 cm atau lebih, terdapat selaput
(bleached coating) pada permukaan struktur tanah.
17.
Cambisol
Tanah dengan horison kambik dan
epipedon ochrik atau umbrik, horison kalsik atau gipsik. Horison kambik mungkin
tidak ada bila mempunyai epipedon umbrik yang tebalnya lebih dari 25 cm.
18.
Luvisol
Tanah dengan horison argillik dan
mempunyai KB 50 % atau lebih. Tidak mempunyai epipedon mollik.
19.
Podzoluvisol
Tanah dengan horison argillik, dan
batas horison eluviasi dengan Horison di bawahnya terputus-putus (terdapat
lidah-lidah horison eluviasi = tonguing).
20.
Podsol
Tanah dengan horison spodik. Biasanya
dengan horison albik.
21.
Planosol
Tanah dengan horison albik di atas
horison yang mempunyai permeabilitas lambat misalnya horison argillik atau
natrik dengan perubahan tekstur yang tiba-tiba, lapisan liat berat, atau
fragipan. Menunjukkan sifat hidromorfik paling sedikit pada sebagian horison
albik.
22.
Acrisol
Tanah dengan horison argillik dan
mempunyai KB kurang dari 50 %. Tidak terdapat epipedon mollik.
23.
Nitosol
Tanah dengan horison argillik, dan
kandungan liat tidak menurun lebih dari 20 % pada horison-horison di daerah
horison penimbunan liat maksimum. Tidak terdapat epipedon mollik.
24.
Ferrasol
Tanah dengan horison oksik, KTK
(NH4Cl) lebih 1,5 me/100 g liat. Tidak terdapat epipedon umbrik.
25.
Histosol
Tanah dengan epipedon histik yang
tebalnya 40 cm atau lebih.
Dalam tingkat sub group nama tanah
terdiri dari dua patah kata seperti halnya sistem Taksonomi Tanah, dimana kata
kedua menunjukkan nama great group, sedangkan kata pertama menunjukkan sifat
utama dari sub group tersebut.
Contoh :
Great group : Fluvisol
Sub group : Claseric Fulvisol
Great group : Regosol
Sub group : Humic Regosol
· Kelebihan
· Dapat diterima oleh semua pihak
karena menggunakan perpaduan antara klasifikasi dari FAO sendiri dan dari USDA.
· Mempunyai ciri khas, karena dalam
pengklasifikasiannya berdasarkan horison-horison penciri dan kriteria
horisonnya.
· Nama-nama tanah sebagian diambil
dari nama-nama klasik yang sudah terkanal didaerah Eropa, Rusia, Kanada, dan
Amerika. Sehingga namanya sudah bersifat umum.
· Cocok untuk peta berskala
1:5.000.000
· Kekurangan
· Sistem ini lebih tepat disebut sebagai
suatu sistem satuan tanah daripada suatu sistem klasifikasi tanah karena tidak
disertai dengan pembagian kategori yang lebih terperinci hanya subgroup dan
greatgroup.
· Dalam penamaan tidak secara langsung
orang dapat mengetahui sifat tanah tersebut.